Senin, 25 Mei 2020

Badan Permusyawaratan Desa: Mitra-Kritis dalam Pemerintahan Desa? Yohanes Silik, LPDesN


Badan Permusyawaratan Desa (BPD): Mitra-Kritis dalam Pemerintahan Desa?

Yohanes Silik
LPDesN


UU Desa 6/2014 memberikan tiga fungsi pemerintahan desa kepada BPD. Selain fungsi, BPD juga dimandatkan oleh UU Desa untuk melaksanakan beberapa tugas penting. Paradigma yang ada di balik ketiga fungsi dan beberapa tugas pokok BPD dalam pemerintahan desa ini ialah MITRA-KRITIS: BPD merupakan MITRA Pemerintah/Kepala Desa, namun ia (BPD) juga harus KRITIS terhadap Pemerintah/Kepala Desa. 

Bukan tanpa alasan paradigma MITRA-KRITIS ini hadir. Jika kita menoleh ke belakang (sebelum kehadiran UU Desa 6/2014), BPD pernah hadir sebagai parlemen desa yg KRITIS terhadap Pemerintah/Kepala Desa. Pada saat ini, BPD sangat kritis. Tak heran, sering terjadi konflik antara BPD dan Kepala Desa. Pemerintahan Desa berjalan dalam situasi konfliktual (terbelah) yang membuat roda pemerintahan desa tidak berjalan maksimal.

Kondisi seperti ini membuat BPD didesain lagi. Kali ini, BPD dikonstruksi sebagai MITRA Pemerintah/Kepala Desa. Sebagai MITRA, kedua lembaga ini diharapkan mampu menjalin kerja sama dalam ber-pemerintahan desa, sehingga menciptakan kondisi pemerintahan desa yang berjalan efekif. Logika pemerintahan desa yang bisa berjalan EFEKTIF merupakan logika yang melatar belakangi mengapa BPD didorong sebagai MITRA. 

Alih-alih menciptakan pemerintahan desa yang utuh (unified governance) dan berjalan efektif (efective governance), paradigma MITRA justru menghasilkan pemerintahan desa yang kolutif. Kepala Desa dan BPD bermitra dalam melakukan praktik-praktik kolutif di desa. Alhasil, desa bukan menjadi arena masyarakat desa, tapi menjadi panggung elitis-kolutif antara BPD dan Kepala Desa. 

UU Desa 6/2014 dengan ideal mewujudkan DESA BARU (Kuat, Maju, Mandiri, Sejahtera dan Demokratis) hendak memperbaiki lagi hubungan BPD dan Pemerintah/Kepala Desa. Tak ingin terjebak lagi dalam pola-pola lama yang terbukti mencetak: (1) pemerintahan desa yang terbelah-konfliktual dan (2) pemerintahan desa yang elitis-kolutif, UU Desa 6/2014 hendak membangun pola hubungan pemerintahan desa yang lebih stabil, utuh dan efektif. Untuk itu, BPD dibentuk sebagai lembaga MITRA-KRITIS.  Hal ini harus dipraktikan secara seimbang. BPD ber-MITRA, tapi tetap KRITIS. Ia (BPD) KRITIS, namun harus juga tetap membangun KEMITRAAN yang baik bersama Kepala Desa/Pemerintah Desa.

Namun, pola MITRA KRITIS ini pada akhirnya harus berbenturan dengan kondisi riil lapangan yang masih jauh dari ideal. Tak bisa dipungkiri bahwa BPD masih lemah, sehingga pola MITRA-KRITIS masih terasa sulit dijalankan dalam praktik ber-pemerintahan desa. Hal ini membuat penyelenggaraan Pemerintahan Desa menjadi tidak begitu politis/demokratis. Ke depan, jika BPD benar-benar dipandang memiliki peranan penting dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang baik, demokratis dan sejahtera, maka kapasitas BPD sebagai MITRA KRITIS harus benar-benar diperkuat.

Lantas, bagaimana degan BPD kita masing-masing? Apakah ia (BPD) telah menjadi lembaga MITRA-KRITIS dalam Pemerintahan Desa kita?