Minggu, 15 Januari 2017

Menanggapi Persoalan Kebangsaan, BEM KBM STPMD "APMD" Selenggarakan Seminar Nasional Hak Asasi Manusia

4 (empat) Poin Pokok:
-- Lemahnya internalisasi Pancasila;
-- Negara absen dan lemah;
-- Perampasan tanah rakyat, redistribusi tanah, reformasi agraria; dan
-- Penetrasi Islam Transnasional dan ancamannya terhadap NKRI.

1 (satu) Pesan Moral

 

YOGYAKARTA, REFLEKSI -- Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" (BEM KBM STPMD "APMD") menyelenggarakan Seminar Nasional, Kamis (12/1/2017) pagi.

Dengan menghadirkan Pembicara tunggal, Natalius Pigai, S.I.P selaku Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS HAM RI), Seminar Nasional bertajuk "Degradasi Karakter Bangsa dalam Perspektif KOMNAS HAM Republik Indonesia" menanggapi dua persoalan kebangsaan, yakni masalah degradasi karakter bangsa dan persoalan Hak Asasi Manusia (HAM).

Sehubungan dengan kedua persoalan tersebut, ada beberapa hal penting yang menjadi poin-poin pokok yang dikemukakan oleh Pembicara dalam Seminar Nasional yang bertempat di Ruang M. Soetopo STPMD "APMD" itu.

Lemahnya Internalisasi Pancasila dan Negara Absen
Dalam pembicaraannya, Natalius menegaskan bahwa persoalan degradasi karakter bangsa merupakan salah satu persoalan bangsa yang sangat penting. Karakter bangsa yang terdegradasi berkaitan erat dengan lemahnya internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi tunggal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ada satu nilai mendasar yang ditekankannya mengenai nilai-nilai Pancasila, yakni semangat gotong royong. Menurutnya gotong royong merupakan nilai utama yang terkandung di dalam Pancasila. Nilai ini merupakan ciri utama atau karakter Negara Indonesia. Ia menandaskan bahwa pembangunan Negara Indonesia haruslah berdasarkan karakteristik gotong royong Pancasila. Tujuan pembangunan Indonesia bisa tercapai jika pembangunannya dilaksanakan secara bersama-sama. Terkait hal ini, ia mengatakan bahwa perlu sekali adanya share authority dan share of power.

Sementara itu, terkait persoalan HAM, ia menjelaskan bahwa di abad kemanusiaan ini, persoalan HAM merupakan persoalan kemanusiaan yang sangat mendasar. Abad ini menuntut negara agar senantiasa memberikan perhatian yang sangat serius mengenai persoalan HAM. Diakuinya bahwa selama ini negara belum sepenuhnya hadir guna menyelesaikan berbagai persoalan HAM yang ada. Selain itu, menurutnya, seluruh gerak pembangunan yang dilaksanakan negara hendaknya selalu berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan.

Negara Lemah
Terkait tanggung jawab Negara Indonesia mengenai persoalan eks warga Timor Leste yang ada di wilayah perbatasan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Negara Timor Leste, yang ditanyakan oleh salah satu peserta Seminar, Natalius menerangkan bahwa, sebenarnya, ada begitu banyak problem yang terjadi sehubungan dengan persoalan eks warga Timor Leste. Memang Negara Indonesia belum sepenuhnya mampu menyelesaikan semua problem itu secara maksimal.

Meski demikian, menurutnya, sebagai salah satu wujud tanggung jawab terhadap persoalan warga eks Timor Leste, Negara Indonesia sudah mengalokasikan dana khusus. Dana ini dialokasikan negara untuk mengatasi beberapa persoalan pokok mengenai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar eks warga Timor Leste yang ada di sana seperti perumahan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.

Tetapi, oleh karena adanya potensi konflik sosial yang timbul akibat munculnya kesan perlakuan istimewa negara terhadap eks warga Timor Leste, dana khusus itu digabungkan ke dalam APBD Provinsi. "Hanya saja, oleh karena adanya potensi konflik sosial di dalam masyarakat, dana itu digabungkan ke dalam APBD Provinsi oleh Pemerintah Provinsi NTT. Sehingga dana ini menjadi dana yang diperuntukkan bagi semua. Hal ini dilakukan agar tidak ada kesan adanya perlakuan istimewa Negara Indonesia terhadap eks warga Timor Leste yang berpotensi menimbulkan konflik sosial di antara masyarakat di sana oleh karena adanya kecemburuan sosial", jelasnya.

Ia juga mengatakan bahwa salah satu problem eks warga Timor Leste ialah adanya kapitalisasi oleh Pemerintah Daerah setempat. Natalius melihat bahwa persoalan eks warga Timor Leste cenderung dikapitalisasi oleh Pemerintah Daerah setempat guna mendapatkan dana dari Pusat. Dana ini kemudian lebih banyak digunakan untuk kepentingan individu atau sektoral.

Ia mengkritik kelalaian Pemerintah dalam menuntaskan persoalan eks warga Timor Leste yang disebabkan oleh lambatnya penanganan negara. "Persoalan eks warga Timor Leste yang ada di sana juga tidak lepas dari kelalaian Pemerintah di awal-awal ketika status pengungsi mereka terlepas selama persoalan ini terjadi. Seandainya di awal-awal, ketika lepasnya status pengungsi eks warga Timor Leste, Negara Indonesia sudah langsung menangani permasalahan ini secara serius, tentu permasalahan ini tidak akan serumit sekarang".

Baginya problem-problem yang ada di sana terkait warga eks Timor Leste merupakan bukti nyata ketidakmampuan Negara Indonesia dalam menyelesaikan persoalan ini secara tuntas.

Perampasan Tanah Rakyat, Redistribusi Tanah dan Reformasi Agraria
Selain persoalan tanggung jawab negara terhadap eks warga Timor Leste, salah satu Anggota KOMNAS HAM RI periode 2012-2017 ini juga menyoroti masalah tanah. Menurutnya persoalan tanah merupakan persoalan yang sangat penting di Indonesia. Problem utamanya ialah perampasan tanah rakyat oleh negara dan oligarki. Ia mengatakan bahwa sebanyak 80 (delapan puluh) persen tanah di Indonesia dikuasai oleh oligarki. Sisanya dikuasi negara. Hal ini tidak lepas dari adanya praktik mafia tanah.

Nataliuas mengkritik praktik perselingkuhan anatara negara dan oligarki. "Perselingkuhan antara negara dan oligarki telah menyengsarakan rakyat oleh karena tanah-tanah mereka dirampas oleh negara dan oligarki. Negara tidak melindungi tanah-tanah rakyat. Sebaliknya bersama oligarki, negara merampasnya", katanya. "Saat ini saja, ada seorang oknum yang menguasai sekitar 6 (enam) juta hektar tanah di seluruh wilayah Indonesia. 6 (enam) juta hektar tanah yang dikuasai itu sama dengan 10 (sepuluh) kali lipat DKI Jakarta. Ada itu orangnya. Ada faktanya", tegasnya.

Terkait hal itu, KOMNAS HAM RI sudah meminta Negara untuk melakukan kebijakan redistribusi tanah dan reformasi agraria. Bagi KOMNAS HAM RI, kedua kebijakan ini diyakini dapat menyelesaikan persoalan tanah yang merupakan persoalan terbesar di Indonesia. Namun melihat masih adanya praktik mafia tanah yang kuat oleh negara dan oligarki, ia mengatakan bahwa redistribusi tanah dan reformasi agraria masih sulit dilaksanakan secara baik oleh negara.

Penetrasi Islam Transnasional dan Ancamannya Terhadap NKRI
Terakhir, terkait persoalan aktual yang akhir-akhir ini terjadi di Tanah Air, ia menyinggung masalah keamanan dan stabilitas nasional. Baginya, konstelasi internasional yang ada, terutama konflik Timur Tengah, berpotensi mengganggu keamanan dan stabilitas internal negara Indonesia pada saat ini. Hal ini tidak lepas dari adanya penetrasi Islam Transnasional yang hendak menghantam Islam Nusantara.

Mengenai persisnya ancaman penetrasi gelombang Islam Transnasional itu, Natalius menjelaskan bahwa terjadinya konflik di Timur Tengah mengakibatkan adanya gelombang migrasi penduduk-penduduk yang ada di negara-negara itu ke negara-negara lain. Gelombang ini seakan tak terbendung, dan turut ada di dalamnya yakni Islam Transnasional. Di Asia Tenggara, selain Malaysia, Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi target masuknya Islam Transnasional.

Islam Transnasional ini ingin menghancurkan Islam Nusantara yang selama ini dihidupkan oleh NU dan Muhammadiyah. Organisasi ini hendak menyaingi NU dan Muhammadiyah. "Maka jangan heran kalau satu atau dua tahun ke depan, akan ada sebuah organisasi besar yang mampu menandingi NU dan Muhammadiyah, yakni Islam Transnasional", ungkapnya. "Umat-umat di NU dan Muhammadiyah akan berpindah ke Islam Transnasional", lanjutnya.

Terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh gelombang Islam Transnasional, Negara Indonesia berusaha mengambil tindakan. Menurutnya tindakan yang diambil negara itu berupa strategi. "Saat ini, Pemerintah sedang menyiapkan pelbagai strategi yang tepat untuk melawan penetrasi Islam Transnasional itu". Tidak dijelaskan mengenai persisnya strategi negara itu. Natalius menegaskan bahwa gelombang ini berpotensi mengancam stabilitas keamanan internal negara dan keutuhan NKRI oleh karena paham radikal yang dibawanya.

Haram Hukumnya: Sebuah Pesan Moral
Di sela-sela pembicaraannya mengenai 4 (empat) poin pokok di atas, terkait maraknya praktik-praktik jahat yang selama ini terjadi dalam pembangunan di Negara Indonesia, Natalius menyampaikan sebuah pesan moral kepada seluruh civitas akademika STPMD "APMD". Ia berpesan: "Haram hukumnya bagi APMD untuk terlibat dalam praktik-praktik jahat dalam pembangunan Indonesia, terutama pembangunan Desa. Haram hukumnya".

Seminar Nasional ini dimoderatori oleh Gaspar S. Krowe, salah satu mahasiswa STPMD "APMD" sekaligus Menteri Luar Negeri BEM KBM STPMD "APMD", dan dihadiri oleh para mahasiswa dari beberapa Perguruan Tinggi di Yogyakarta. Seminar ini ditutup dengan penyerahan cinderamata dari Lembaga STPMD "APMD" dan BEM KBM STPMD "APMD" kepada Natalius Pigai, S.I.P.

Penyerahan cinderamata ini masing-masing diserahkan oleh Ketua STPMD "APMD" dan Presiden Mahasiswa KBM STPMD "APMD". Pada saat penyerahan itu, Presiden Mahasiswa berkata bahwa sekiranya kegiatan ini mampu menjadi inspirasi yang sanggup menghidupkan terus semangat perjuangan mahasiswa dalam membangun NKRI, terutama penegakan HAM di Indonesia. (HANS)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar